Alkisah menurut
shirah, pernah Nabi Ibrahim as berdialog dengan Malaikat Maut soal
sakratulmaut. Sahabat Allah itu bertanya, “Dapatkah engkau memperlihatkan
rupamu saat engkau mencabut nyawa manusia yang gemar berbuat dosa?”
Malaikat menjawab pendek: “Engkau tak akan sanggup.”
“Aku pasti sanggup,” tegas beliau.
“Baiklah, berpalinglah dariku,” pinta si Malaikat.
Saat Nabi Ibrahim as berpaling kembali, di hadapannya telah
berdiri sesosok makhluk berkulit legam dengan rambut berdiri, berbau busuk, dan
berpakaian serba hitam. Dari hidung dan mulutnya tersembur jilatan api.
Seketika itu pula Nabi Ibrahim as jatuh pingsan! Ketika tersadar kembali,
beliau pun berkata kepada Malaikat Maut, “Wahai Malaikat Maut, seandainya para
pendosa itu tak menghadapi sesuatu yang lain dari wajahmu di saat kematiannya,
niscaya cukuplah itu menjadi hukuman untuknya.”
Di kesempatan
lain, kisah yang diriwayatkan oleh 'Ikrimah dari Ibn 'Abbas ini, menceritakan
Nabi Ibrahim as meminta Malaikat Maut mengubah wujudnya saat mencabut nyawa
orang-orang beriman. Dengan mengajukan syarat yang sama kepada Ibrahim as,
Malaikat Maut pun mengubah wujudnya. Maka di hadapan Nabi yang telah
membalikkan badannya kembali, telah berdiri seorang pemuda tampan, gagah,
berpakaian indah dan menyebar aroma wewangian yang sangat harum.
“Seandainya orang beriman melihat rupamu di saat
kematiannya, niscaya cukuplah itu sebagai imbalan amal baiknya,” kata Nabi
Ibrahim as.
Dari nukilan
kisah itu, apakah bisik-bisik misteri tentang penampakan Malaikat Maut
menjelang ajal seseorang benar adanya”Dalam pergaulan sehari-hari, kita sering
mendengar kisah dari mulut ke mulut, misalnya tentang seseorang yang tiba-tiba
melihat “sesuatu” ketika salah seorang kerabatnya tengah menghadapi maut.
Apakah itu berupa bayangan hitam, putih, atau pun hanya gumaman dialog mirip
kata-kata yang dilontarkan oleh orang yang mengigau.
Namun yang pasti selain Nabi Ibrahim as, dari beberapa
riwayat, Nabi Daud dan Nabi Isa as juga pernah dihadapkan pada fenomena
penampakan Malaikat Maut itu. Kisah sakratulmaut itu belum seberapa bila
dibandingkan dengan sakratulmaut itu sendiri. Sakratulmaut
adalah sebuah ungkapan untuk menggambarkan rasa sakit yang menyerang inti jiwa
manusia dan menjalar ke seluruh bagian tubuh, sehingga tak satu pun bagian yang
terbebas dari rasa sakit itu. Malapetaka paling dahsyat di kehidupan paripurna
manusia ini memberi rasa sakit yang berbeda-beda pada setiap orang.
Untuk
menggambarkan rasa itu, pernah Rasulullah S.A.W berkata: “Kematian yang paling
mudah adalah serupa dengan sebatang duri yang menancap di selembar kain sutera.
Apakah duri itu dapat diambil tanpa membawa serta bagian Kain sutera yang
terkoyak?”
Tapi di bagian lain Rasulullah -- seperti yang dikisahkan
oleh Al-Hasan pernah menyinggung soal kematian, cekikan, dan rasa pedih.
“Sakitnya sama dengan tiga ratus tusukan pedang,” sabda beliau.
Diriwayatkan,
ketika ruh Nabi Ibrahim as akan dicabut, Allah SWT bertanya kepada Ibrahim:
“Bagaimana engkau merasakan kematian wahai kawanku?”
Beliau menjawab, “Seperti sebuah pengait yang dimasukkan ke
dalam gumpalan bulu basah yang kemudian ditarik.”
“Yang seperti itulah, sudah Kami ringankan atas dirimu,”
firman-Nya.
Tentang sakratulmaut, Nabi S.A.W bersabda, “Manusia pasti
akan merasakan derita dan rasa sakit kematian, dan sesungguhnya sendi-sendinya
akan mengucapkan selamat tinggal satu sama lain seraya berkata 'Sejahteralah
atasmu; sekarang kita saling berpisah hingga datang hari kiamat kelak'.”
Ustadz Aam
Amirullah, da'i Radio OZ Bandung, menuturkan bahwa Rasulullah S.A.W sendiri
menjelang akhir hayatnya berucap “Ya Allah ringankanlah aku dari sakitnya sakratulmaut”
berulang hingga tiga kali. Padahal telah ada jaminan dari Allah SWT bahwa beliau
akan masuk surga. “Lalu, mari kita bandingkan tingkat keimanan dan keshalehan
beliau dengan kita, yang hanya manusia biasa ini,” lanjut Aam. Maka sekitar
200-an hadirin yang memadati Aula Kantor Pusat PT Pos Indonesia, Bandung , mendadak tercekam hening.
Untung banyolan
KH Abdullah Gymnastiar -- yang menyapa hadirin dengan sebutan 'Calon Jenazah'
-- segera memecah keheningan. Kematian, menurut Aa' Agim, mestinya tak perlu
menjadi sesuatu yang perlu ditakuti, tapi sebaliknya harus senantiasa
dirindukan. Jika sesuatu itu begitu dirindukan, logikanya menurut dia, berarti
ingin cepat-cepat pula ditemui.
“Barangsiapa membenci pertemuan dengan Allah, maka Allah
akan benci bertemu dengannya,” sabda Rasulullah S.A.W .
Maka, terhadap
manusia yang tak pernah tergugah dengan kematian manusia lain, Aa' Agim secara
guyon menyebutnya sebagai golongan “mandom” alias manusia domba. “Seperti domba
di Idul Kurban. Terus makan rumput sambil menatap kawan-kawannya disembelih,
padahal dia bakal dapat giliran juga,”tambah pimpinan Pesantren Daarut Tauhiid
ini.
Agim menganalogikan orang dalam golongan ini sebagai orang
bodoh, yang meski telah diberi modal hidup tapi terhambur dengan sia-sia.
“Semakin banyak kesia-siaan yang kita lakukan, maka semakin tinggi pula tingkat
kebodohan kita. Sebaliknya, orang yang paling cerdas adalah orang yang paling
sering mengingat ajal dan paling banyak mempersiapkan diri menghadapi maut,”
katanya.
Khusnulkhotimah,
menurut Agim, adalah suatu karunia Allah SWT yang khusus diberikan kepada
manusia. Kyai yang kocak ini bilang, tak ada ceritanya muda foya-foya, tua kaya
raya, mati masuk surga. Khusnulkhotimah itu seperti hadiah buat manusia, atas
upaya manusia yang sungguh-sungguh menjalankan tugas hidup di dunia ini.
“Seperti mahasiswa yang belajar mati-matian, lalu lulus dengan predikat summa
cum laude.”
Jadi jangan
pernah berpikir bagaimana supaya kita bisa mendapatkan khusnulkhotimah terlebih
dulu. “Kata-kata mati, harusnya mampu kita hadirkan dalam hati kita setiap
hari,” paparnya.
Sabda Rasulullah yang menyatakan bahwa dengan banyak-banyak
mengingat maut menjadikan seseorang menjadi makhluk yang produktif, cermat, dan
selektif, adalah benar adanya, menurut Agim. “Ini karena setiap pekerjaan yang
dilakukannya dianggap sebagai pekerjaan terakhirnya. Karena maut itu bisa
datang kapan saja.” Sebaliknya, kalau Allah belum memberi izin, maut tak akan
datang. Agim memberi anekdot seperti orang yang bekeinginan bunuh diri di rel
kereta api. Sesaat kereta melintas, ternyata badannya masih utuh. Karena
ternyata ia berada di lintasan dengan tiga jalur rel.
Dengan selalu
meningat maut, intinya kematian menjadi semacam bahan baker agar manusia mampu
hidup produktif dan bermanfaat. Menurut Aam Amirullah, ada empat “selalu” agar
manusia memiliki manfaat hidup. Pertama, selalu bermunajat kepada Allah SWT;
kedua, selalu mengevaluasi dan mengintospeksi diri sendiri; ketiga, selalu
bertafakur, mengasah diri dan ilmu; dan keempat, selalu memenuhi hak hidup,
seperti makan, minum, tidur dengan teratur. “Jadi sebelum kita mendekati
sakratulmaut, Rasulullah sudah memberi solusi kepada manusia. Jika ajal telah
tiba, tak perlu kita takut menghadapinya,” tambah Aam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar